SamSara Dan Bulan
Sam, masih saja termenung, duduk di atas atap rumahnya memendangi bulan. Sara, gadis titisan medusa dan dewi sri, dengan kekuatan medusa dan kebijakan dewi sri menyatu dalam dirinya. Cantik dengan tatapan sendu yang bisa membuat lelaki terpatung seperti batu, jika menatapnya. Huuuuushh!!, Sam menghembuskan nafas bersama bayangan Sara yang sedikitpun tidak pernah hilang dari ingatannya.
Sara, kenapa kamu harus pergi. Ke kota yang tidak pernah aku bayangkan dan mengerti. Demikian aku selalu mengatakan padanya. Hanya untuk menjadi seorang penulis?, tidak inginkah kamu menghabiskan waktu bersamaku lagi dan memandang bulan, kemudian saling berbagi tentang penatnya hidup?.
Tak kuasa rasanya melepas gadis ini. Dia sahabat sekaligus perasaan hati yang terwujud, walaupun secara terang aku tidak pernah mengatakannya. Besok ia berangkat, aku amat bimbang. Apa aku harus mengantarnya dan mengucapkan “selamat berpisah”, dengan bola mata terpendar air mata?. Atau aku hanya diam di sini dan menitipkan, salam perpisahan ini kepada angin. Namun kemudian akan menimbulkan tanda tanya dan kebencian pada diri Sara, yang mengira aku tidak peduli akan kepergiannya. Ah, mungkin sebaiknya aku tidak melakukan ke-dua-nya. Biarlah ia pergi bersama kebencian itu, agar supaya Sara cepat melupakan aku. Meskipun Sara tidak pernah akan bisa melupakan Samdari seperti yang ia katakan sebelum-sebelumnya.
Tuukk… sebuah kerikil kecil mendarat di kepala Sam. Sam terkejut!, dan beranjak berdiri dari duduknya. Melihat ke kanan-kiri namun tidak ada apa-apa. Sedetik kemudian terdengar “tawa cekikikan”, gadis yang telah lama ia kenal. “ha ha ha ha kaget yah!”, “Sara, sebut Sam setengah berteriak”. “ Sory.. sory Sam, ha ha ha ha, aku perhatikan dari tadi, kamu duduk sambil “bengong”, sendirian. Sam duduk kembali tidak memperdulikan ejekan Sara, karena memang ia tidak marah.
Sara duduk di samping Sam, saling tatap. Hey kok suntuk?, Sam kembali diam sambil menatap bulan. “Sam, besok aku jadi pergi”, kamu tahu kan aku harus menjadi seorang penulis?. “Iya aku tahu itu!”, bukankah itu memang mimpi kamu dari dulu. Tapi kenapa tidak menulis di sini saja?. Menurut aku pergi atau tidak pergi, tulisan kamu selalu bagus. “Sam, makasih yah!”, kamu memang pembaca setia aku nomer satu. “Cuma aku harus lebih, mengali potensi menulis dalam diri aku yang terpendam. Lagi pula di sini aku tidak terlalu produktif dalam menulis”. Harapan aku hanya satu sam, apa itu?, Sam penasaran. Ya itu, dengan aku belajar di kota, yang tidak pernah kamu bayangkan dan mengerti itu, aku bisa lebih produktif dan belajar untuk memperbaiki tulisan aku Sam”.
Sam, aku tidak akan pernah melupkan kamu. Kamu tau Sam!. Kamu itu sumber inspirasi. Sam buat aku, kamu bulan yang tidak pernah melupakan malam. Menemani inspirasi tersebut di bawa selalu dalam pikiran dan hatiku Sam.
***
Bu, Sam pergi dulu!, mau ke mana Sam sarapan dulu, nanti saja Bu!, Sam buru-buru. Kamu jadi mengantar Sara, pergi hari ini? Sam. Iya Bu, jawab Sam sambil mengikatkan simpul tali sepatunya. Salam ya buat sara, dari ibu. Semoga mimpi Sara jadi kenyataan. “Iya Bu Sam juga berharap demikian!”.
Pagi itu suasana di bandara, tidak terlalu ramai, karena memang bukan hari libur. Hanya ada beberapa penumpang di bangku tunggu, aku Sara dan ke dua orang tuanya. Mereka bersama sama akan pindah dan menetap di sana. Sementara rumah Sara di sini akan di sewakan.
Terdengar suara pengumuman bahwa pesawat, akan segera take off. “Sam aku pergi sekarang yah!”, kamu baik-baik di sini. Sam, mengemggam tangan Sara. Kembali menatap sara untuk yang terakhir kali, kemudian mengkomunikasikan melalui tatapan matanya, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Semoga mimpi kamu bisa jadi kenyataan yah, Sara, dan kamu tahu, aku percaya kamu bisa. Iya Sam, terima kasih. Sara aku ingin kamu ada di sini, supaya aku bisa bilang aku tidak ingin kamu pergi dan aku bisa membisikkan bahwa aku “sayang kamu”.” Sam aku tahu itu, tetapi kenapa kamu tidak mengatakannya dari dulu?”. Jadi karena itu kamu pergi?, tidak, sam, tidak bukan karena itu. Seperti yang sudah aku jelaskan ke kamu, gairah menulis ini sudah tidak bisa di bendung lagi, dan aku harus menjadi penulis, dengan menulis semuannya menjadi jelas. Antara apa yang aku pikirkan dan aku rasakan.
“Sam percayalah, di mana pun aku-kamu berada, kita sedang memandang bulan yang sama. Di mana kerinduan kita akan saling mengobati. Perkataan sayang kamu tidak ada hubungannya dengan ini. Sam, kamu harus ingat bahwa, semuanya bukan dari apa yang di katakan, akan tetapi dari apa kita menjaga perkataan tersebut!”. “Maksud kamu sara?”, Sam suatu saat kamu pasti akan mengerti.
Sekarang hanya tinggal, kesedihan dalam hati antara Sam dan Sara, Sara beranjak lima langkah kemudian ia, berbalik dan memeluk Sam, “Sam, iya Sara, jawab sam lirih”, sambil memeluk Sam, Sara membisikkan di telinga Sam : “‘saat bulan kita berubah menjadi bulat sepenuhnya”, aku akan kembali kepada mu, untuk “mengecup kening” kamu’”.


0 komentar
Posting Komentar